ANDRE: DENPASAR — Meski tak mengungkapkan secara eksplisit sikapnya terhadap polemik koalisi-oposisi, pernyataan-pernyataan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam pidato politiknya pada acara pembukaan Kongres III PDI-P di Bali, Selasa (6/4/2010), cukup jelas menunjukkan bahwa PDI-P tetap mengambil jalan oposisi.
Bagi Mega, polemik ini merupakan ujian yang akan menjadi sejarah sehingga tak perlu dipusingkan ketika makna ideologis dipahami betul-betul oleh partai. Mega menegaskan, PDI-P ditakdirkan untuk memprioritaskan pada upaya mengangkat harkat martabat wong cilik daripada bagi-bagi kekuasaan.
"Dalam kesempatan ini, saya perlu tegaskan bahwa cita-cita yang melekat dalam partai kita jauh lebih penting daripada urusan kursi di parlemen, jumlah menteri, atau bahkan melangkah ke istana merdeka," katanya.
Dengan berpegang pada prinsip gotong royong bersama rakyat, Mega sangat merasa yakin bahwa PDI-P akan kembali menemukan puncak keemasannya pada masa depan. "Jadi, kita sebagai kader, kita harus berbangga bukan ketika bergabung dengan kekuasaan, tapi ketika kita tertawa dan menangis bersama-sama dengan rakyat. Sebagai oposisi, jelas kita tak akan berpihak kepada kekuasaan, tapi kepentingan wong cilik," tambahnya.
Meski demikian, Mega menampik jika PDI-P dinilai sebagai partai antikekuasaan. Hanya saja, Mega menganggap kalau PDI-P dipercaya memegang tampuk kepemimpinan nasional ataupun hanya menjalankan fungsi kontrol dan penyeimbang atau oposisi, itu harus atas kehendak dan izin rakyat, bukan elite partai.
"Ketika memilih rakyat menilai karena visi dan misi kita. Maka, menurut saya aneh kalau saya disuruh terus-menerus bergabung. Saya punya visi dan misi sendiri untuk rakyat ini," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar